Butuh waktu ribuan tahun bagi manusia untuk mengembangkan model komunikasi jarak jauh. Sejarah mencatat, komunikasi jarak jauh pertama dilakukan oleh Kaisar Roma Tiberius yang menggunakan pantulan cahaya pada metal sebagai sandi komunikasi pada 26-37 AD.
Setelah itu, butuh waktu hampir duaribu tahun agar manusia bisa mengembangkan teknologi komunikasi. Tepatnya saat Alexander Graham Bell dan Thomas A. Watson memamerkan telepon listrik di Boston pada tahun 1876.
Tapi, yang mengagumkan, nggak butuh waktu 200 tahun bagi manusia mengembangkan teknologi komunikasi yang benar-benar sulit untuk dibayangkan; komunikasi dari pikiran ke pikiran. Tanpa ucapan atau bahasa tertentu yang disuarakan.
Ya, layaknya kemampuan telepati yang bisa kita temui pada film-film supernatural.
Diberitakan oleh Futurism yang melansir dari C4ISRNET, militer Amerika Serikat dilaporkan sudah berinvestasi dalam jumlah besar pada riset neurosains. Riset tersebut bertujuan untuk memahami makna di balik setiap sinyal-sinyal yang ada pada otak manusia.
Tujuan akhirnya –yang tampaknya masih jauh di masa depan – adalah untuk membangun sebuah sistem komunikasi yang memungkinkan setiap prajurit bertukar informasi melalui pikiran saja.
Di satu sisi, banyak di antara kita mungkin akan beranggapan kalo itu adalah inovasi yang benar-benar di luar nalar. Tapi, di sisi lain, bocornya informasi ini menunjukkan betapa obyek penelitian dari teknologi medis mampu mengubah tata cara pertempuran –bahkan kondisi prajurit juga.
The Army Research Office (ARO), jawatan dari militer US yang fokus pada riset pengembangan teknologi, dilaporkan sudah menanamkan investasi sebesar USD 6,25 milyar dalam proyek yang rencananya bakal berlangsung selama lima tahun mendatang.
Jelas, sesuatu yang tampaknya sulit terwujud. Apalagi kalo pemerintah Amerika Serikat pengen segera mengarahkan Terminator-nya itu ke medan perang. Di sisi lain, menurut keterangan yang penulis dapatkan dari MIT Technology Review, militer US saat ini juga tengah mengembangkan teknologi serupa tapi untuk penerapan yang berbeda; yakni kontrol drone militer menggunakan pikiran.
Dan fakta itulah yang juga disampaikan oleh peneliti dari ARO. Saat ini, ilmuwan neurosains ARO baru sampai pada tahap membaca dan menguraikan sinyal neural yang mengarahkan ke tindakan sebagai output dari otak.
Ya, belum sampai pada tahap ‘membaca pikiran’. Tapi pencapaian itu bisa jadi batu pertama dalam proses pemahaman ilmuwan atas setiap sinyal otak.
“Kami nggak sekadar mengukur sinyal saja, tapi juga memahaminya,” ujar Program Manager ARO Hamid Krim pada C4ISNET.
Langkah selanjutnya, jelas Krim, adalah untuk merancang kategorisasi dari sinyal otak. Sehingga, nantinya, komputer mampu menginterpretasikan sebagai pikiran dari prajurit.
“Siapapun bisa membaca, tapi untuk memahami adalah persoalan lain” terang Krim. “Dan langkah selanjutnya yakni memahami setiap sinyal yang dikirimkan otak. Soalnya, itulah tujuan utama penelitian ini: untuk membuat komputer mampu berkomunikasi penuh dengan otak manusia”.
Baca juga: