Sebentar lagi, Huawei bakal meluncurkan smartphone flagship terbarunya, yakni dari jajaran Mate yaitu Mate 30 dan Mate 30 Pro. Namun menurut kabar terbaru, jajaran flagship tersebut tampaknya terancam tetap tidak akan hadir dengan aneka layanan dan aplikasi Google seperti Google Play Store dan aplikasi Google lainnya meski
Mate 30 adalah produk dengan jaringan seluler 5G pertama Huawei sejak Presiden AS Donald Trump secara efektif memasukkan perusahaan asal Tiongkok itu ke dalam daftar hitam pada bulan Mei lalu. Pada bulan Juni, Huawei dan AS berdamai setelah Presiden Tiongkok Xi Jinping menemui Trump saat acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung di Osaka, Jepang.
Namun pada bulan Agustus, Pemerintah AS kembali menunda pelarangan untuk Huawei berbisnis dengan Negeri Paman Sam tersebut. Penundaan itu dilakukan selama 90 hari.
Alasan penundaan tersebut adalah banyak perusahaan telekomunikasi di AS yang membutuhkan tambahan waktu untuk mengganti peralatan telekomunikasinya yang saat ini masih menggunakan perangkat buatan Huawei.
Kini menurut juru bicara Google yang berbicara dengan Reuters, Mate 30 tidak dapat dijual dengan aplikasi dan layanan Google berlisensi karena larangan perdagangan AS ke Huawei tersebut. Penangguhan sementara yang diumumkan pemerintah AS pekan lalu tidak berlaku untuk produk baru seperti Mate 30.
Perusahaan AS perlu mengajukan lisensi dari pemerintah AS jika Huawei merilis seri Mate 30 dengan versi Android berlisensi penuh. Itu disebabkan Mate 30 Pro diklasifikasikan sebagai perangkat baru, bukan perangkat yang ada saat larangan perdagangan berlaku.
Sejauh ini Departemen Perdagangan AS telah menerima lebih dari 130 permohonan lisensi dari berbagai perusahaan AS yang ingin tetap berbisnis dengan Huawei, tapi belum ada satupun yang dikabulkan.
Selain Mate 30, ponsel Huawei anyar lainnya seperti smartphone lipat Mate X yang tak kunjung meluncur juga terancam tidak bisa memakai layanan dan aplikasi Google.
Meski demikian, ponsel-ponsel Huawei tetap bisa menjalankan OS Android karena sifatnya yang terbuka (open source). Huawei sendiri sudah menyiapkan alternatif bernama HarmonyOS sebagai antisipasi apabila sama sekali tidak bisa menggunakan sistem operasi Android.
"Huawei akan terus menggunakan OS Android dan ekosistem jika pemerintah AS mengizinkan kami melakukannya," kata juru bicara Huawei Joe Kelly kepada Reuters. "Kalau tidak, kita akan terus mengembangkan sistem operasi dan ekosistem kita sendiri."
Huawei tampaknya harus berusaha keras dalam penjualannya di seluruh dunia kecuali Eropa. Menurut analis independen Richard Windsor, tanpa adanya layanan Google, tak akan ada yang mau beli perangkat Huawei.
Berdasarkan hasil laporan dari perusahaan riset Counterpoint Research, penjualan Huawei di Eropa merosot menjadi 19,3 persen pada kuartal kedua dari 24,9 persen pada kuartal pertama. Penurunan omset ini memberikan pukulan besar bagi Huawei.