Pernah lihat postingan Instagram yang menunjukkan bukit berwarna-warni? Dalam caption foto, bukit itu bernama Rainbow Mountains dan terletak di California, Amerika Serikat. Dan setelah viral, hasil cek fakta dari situs NewsMobile menemukan kalo ternyata foto itu adalah editan.
Foto aslinya diunggah oleh akun @chriscreature. Itu merupakan karya dari fotografer Christopher Hainer. Sementara itu, seniman digital Ramzy Masri mengolahnya dan menjadi bukit warna-warni seperti yang kini sudah kita ketahui.
Meskipun sempat viral dan membuat banyak netizen berdecak kagum, hal itu nggak berlangsung lama. Hasil cek fakta membuyarkan harapan. Dan ini adalah salah satu informasi hoax yang bertebaran di platform Instagram.
Maka, wajar kiranya jika Facebook meluncurkan pembaruan. Ini dilakukan demi mengontrol penyebaran informasi hoax. Kita di Indonesia tentu pernah merasakan betapa kuatnya pengaruh informasi palsu ini. Tahun lalu kita membuktikannya, bukan?
Bulan Desember lalu, Instagram luncurkan fitur yang bertujuan untuk menangkis berita hoaks dan ujaran kebencian (hate speech). Peluncuran kedua fitur ini bertujuan agar pengguna bisa makin nyaman dalam beraktivitas di Instagram.
Membaca keterangan yang dibagikan perusahaan lewat Instagram Press, fitur baru ini merupakan hasil kerja sama Facebook dengan beberapa agensi yang bertugas melakukan cek fakta. Dengan begitu, tak butuh waktu lama untuk menemukan apakah satu informasi merupakan fakta atau palsu.
Awalnya, banyak pengguna menyambut antusias fitur baru ini. Terutama untuk warga negara Amerika yang tengah menyiapkan diri sebelum tahun politik dimulai. Tentu saja agar polarisasi masyarakat akibat iklan politik, ujaran kebencian, serta hoaks pun bisa terkendalli.
Galeri Seni Modern Tate memberi pengertian baru kepada digital art atau seni digital. Dilansir dari Tate.org, terminologi seni digital dipakai untuk menjelaskan seni yang dibuat atau dihasilkan dari teknologi digital.
Lebih jauh, seni digital bisa dibuat menggunakan komputer atau gambar yang dibuat menggunakan tablet dan mouse. Dan sejak dekade 1990-an, berkat perkembangan teknologi, kondisinya semakin memungkinan untuk mengunduh video dari komputer. Alhasil, seniman pun bisa merespon atau memanipulasi gambar yang diproduksi lewat kamera.
Kehadiran Instagram sebagai platform berbagi video dan gambar menjadi angin segar bagi para seniman digital. Mereka punya wadah baru yang bisa dipakai untuk memamerkan karya.
Nggak Cuma seniman digital aja, masyarakat luas pun bisa merasakan dampaknya. Apalagi, perkembangan perangkat lunak dan keras kini memungkinkan masyarakat untuk bisa mengedit atau memberi sentuhan khusus pada setiap video atau gambar yang ada di internet.
Ya, cukup unduh aplikasi edit foto atau gambar di PC, laptop, atau smartphone, kamu bisa mengedit berbagai macam gambar, kemudian mengunggah ulang untuk dipamerkan pada teman. Bukankah sebagian besar dari kita sudah melakukan hal yang serupa saat ini?
Dilansir dari PetaPixel, seorang fotografer bernama Toby Harriman menemukan adanya pemberitahuan Informasi Palsu yang muncul di depan bukit warna-warni. Ya, itulah foto yang kamu lihat di atas. Dan seperti sudah sedikit disinggung, foto bukti berwarna-warni itu merupakan foto editan seorang seniman digital bernama Ramzy Masri.
“Tampaknya Instagram x Facebook mulai menandai foto palsu/seni digital,” tulis Harriman di laman Facebook miliknya.
Memang, Facebook menjelaskan kalo fitur ini bertujuan memerangi informasi palsu. Akan tetapi, fitur ini juga punya potensi untuk menjadi halangan bagi seniman digital yang ingin karyanya bisa dilihat banyak orang.
Padahal, peringatan informasi palsu yang didapat berulangkali oleh satu akun bakal membuatnya sulit dicari lewat Pencarian atau halaman Hashtag. Di sisi lain, bukankah seniman, pembuat konten meme, dan pengguna yang hobi mengedit gambar, tak pernah bisa menentukan kapan satu karya bakal viral dan informasi palsu macam apa yang muncul akibat persepsi masyarakat?
Ya, ada juga lho kemungkinan setiap seniman digital, editor gambar, dan kreator meme, bakal mendapatkan label penyebar informasi palsu seiring makin seringnya mereka mendapatkan peringatan –terlepas sengaja atau tidaknya mereka melakukannya.
Dan sampai hari ini, keterangan Harriman sudah diulas di berbagai media. Rata-rata menyampaikan hal yang sama, ingin menanyakan pada Facebook, Apakah tidak ada cara yang lebih baik untuk menangkal hoaks tanpa merugikan seniman digital dan mematikan kreativitas netizen?
Barangkali, kita bisa menunggu jawaban serta keterangan lebih lanjut dari Facebook, sembari berhati-hati: jangan sampai menyebarkan foto palsu jika nggak mau akun milikmu disembunyikan oleh Facebook.