Setelah Amerika mengeluarkan kebijakan untuk memblokir TikTok beberapa waktu lalu, kini TikTok angkat suara dengan cara mengajukan gugatan terhadap presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Bytedance Ltd selaku pengembang aplikasi TikTok, menganggap bahwa langkah yang diambil Amerika Serikat itu hanyalah retorika saja agar Trump dapat terpilih pada pemilu yang akan datang. Retorika tersebut menyebarkan sentimen anti-China.
TikTok tidak menerima pernyataan Gedung Putih yang menganggap TikTok membahayakan keamanan nasional sehingga menjadi alasan bagi Amerika untuk memberi perlindungan terhadap privasi dan keamanan data pengguna aplikasi tersebut.
TikTok menggambarkan bahwa perintah eksekutif untuk melakukan pemblokiran terhadap aplikasi ini sebagai bagian dari ‘kampanye retorika anti-China yang lebih luas’ untuk menghadapi pemilihan umum pada 3 November 2020.
“Kami tidak main-main dalam menggugat pemerintah, tetapi dengan ancaman Perintah Eksekutif yang melarang operasi di AS, kami… kami tidak punya pilihan lain.” Tulis TikTok di sebuah postingan blognya, dilansir dari Reuters.
Manajer Program Teknis TikTok, Patrick Ryan, menggugat pemerintahan Amerika Serikat bahwa dirinya dan 1.500 rekannya terancam kehilangan pekerjaan jika Perintah Eksekutif diterapkan.
“Ini bukanlah keputusan yang menjadi milik pemerintah,” ujar Patrick Ryan.
Patrick Ryan memiliki pengacara yang mewakili dirinya, Alex Urbelis. Alex mengungkapkan bahwa perintah itu memiliki “ketidakjelasan inkonstitusional”.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa perintah tersebut mencabut hak karyawan yang bekerja di TikTok. Pemerintah Amerika Serikat tidak memberi komentar terhadap gugatan tersebut.
Bytedance dan TikTok berupaya menemukan cara agar dapat memblokir Perintah Eksekutif yang dikeluarkan Gedung Putih. Mereka berpendapat bahwa Donald Trump tidak punya otoritas hukum dalam mengambil kebijakan memblokir TikTok.
TikTok mengungkapkan bahwa presiden Amerika Serikat itu sudah menyalahgunakan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional, sehingga Donald Trump dapat mengatur perdagangan internasional selama masa darurat ini.
Pada Mei 2019 lalu, melalui undang-undang tersebut Presiden Trump berupaya menghentikan spionase yang dilakukan perusahaan telekomunikasi milik asing. Sebuah kegiatan spionase untuk menyelidiki keadaan ekonomi di Amerika Serikat.
Gugatan yang dilayangkan ke pengadilan federal Los Angeles menjadikan Trump, Departemen Perdagangan dan Menteri Perdagangan Willbur Ross sebagai pihak yang tergugat.
Baca Juga: