Facebook baru-baru ini mengumumkan akan memblokir video deepfake, langkah ini sebagai upaya memerangi informasi yang salah (hoaks). Deepfake merupakan hoaks berbentuk bentuk video, yang diedit dari video asli dengan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) atau pembelajaran mesin (machine learning/ML).
Upaya Facebook ini dilakukan setelah CEO dan Founder Facebook, yakni Mark Zuckerberg dikritik habis-habisan atas segala masalah di Facebook, baik itu pelanggaran data, hoaks, kampanye Rusia, hingga ujaran kebencian.
Facebook sendiri mengambil posisi yang kuat dalam memberantas deepfake. Padahal sebenarnya teknologi untuk membuat deepfake di luar sana belum terlalu canggih untuk menciptakan video misinformasi dengan objek manusia.
Dalam sebuah posting di blog resmi Facebook, Monika Bickert, President of Global Policy Management Facebook mengungkapkan bahwa deepfake itu masuk ke dalam konten yang diblokir. Konten ini melanggar kebijakan komunitas Facebook lantaran menyajikan unsur ketelanjangan (nudity), ujaran kebencian (hate speech), dan kekerasan.
Untuk bisa memblokir video deepfake menurutnya, ada dua kriteria yang harus dipenuhi. Pertama, video harus dimanipulasi dengan cara yang tidak terlihat oleh orang biasa dan ada kemungkinan akan menyesatkan. Kedua, video harus merupakan produk hasil editan AI atau ML.
Namun kebijakan yang diambil Facebook kali ini tak disetujui oleh berbagai pihak khususnya pada anggota parlemen di AS. Misalnya, ketua sub-komite Jan Schakowsky dari partai Demokrat mengatakan ada bukti yang berkembang bahwa teknologi besar telah gagal mengendalikan dirinya sendiri.
"Saya prihatin upaya yang dilakukan Facebook dalam mengatasi kesalahan informasi justru meninggalkan banyak hal."
Sementara itu, anggota dari partai Republik, Cathy McMorris Rodgers juga mengatakan konsumen kehilangan kepercayaan pada sumber yang dapat mereka percayai secara online. Menurutnya Cathy, Facebook harusnya berfokus pada inovasi untuk memerangi video yang dipalsukan, bukan pada peraturan.
Anggota parlemen lainnya secara gamblang menunjuk ketidakmampuan Facebook untuk mengatasi masalah keamanan data, informasi palsu, dan campur tangan asing menjelang pemilihan umum.
Bickert mengatakan menyadari resiko manipulasi di platform media sosial, kebijakan ini menurutnya justru dirancang untuk mencegah upaya manipulasi yang menyesatkan.
Pada tahun lalu, para peneliti AI di Facebook mengaku mereka telah membuat sistem ML yang bisa dipakai untuk mengidentifikasi seseorang dalam sebuah video. Dengan begitu, sistem AI ini mampu mendeteksi apakah sebuah video merupakan deepfake atau tidak.